Maret 10, 2011

Ironi Karateka Shotokan Indonesia yang Lupa pada Filosofinya
Posted: November 15, 2010 by pochipochini in Uncategorized
0

OSU…

Apakah anda seorang karateka shotokan?ya,saya juga seorang karateka yang mendalami aliran shotokan. Shotokan merupakan modernisasi Gichin Funakoshi pada karate tradisional dan saat ini memiliki banyak pengikut. Di Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak perguruan beraliran shotokan. Banyak pengikut, tetapi seperti manusia di terminal. Kohai banyak yang lupa akan nilai-nilai yang terkandung dalam karate itu sendiri seperti dojokun, nijukun, arti filosofi dari sabuk (obi), dan bahkan tidak tahu-menahu apa itu tora no maki , dan perjalanan shotokan karate.

Ironi yang pertama terlihat adalah sopan santun dalam memakai dan melepas sabuk. Sabuk merupakan penghargaan usaha pencapaian seseorang dalam studi latihan karate. Di Jepang, usaha seseorang sangat dihargai, penuh penghormatan, dan bukan sesuatu yang sepele seperti harakiri (bunuh diri untuk kehormatan). Bukan harakiri yang dicontoh, tetapi sikap menghargai dan menghormati. Selayaknya sabuk tidak terjuntai ke lantai apalagi sampai terinjak-injak. Hal ini merupakan bagian dari penghargaan kecil untuk usaha dan latihan kita selama studi. Selayaknya kohai yang lebih dewasa memberikan contoh yang benar dan bertata krama dalam memakai sabuk.

Ironi yang kedua adalah tora no maki. Tora no maki adalah simbol macan shotokan yang dilukis oleh sahabat Gichin Funakoshi dan melambangkan filosofi kekuatan dari seekor macan yang tidak pernah tidur dan selalu waspada. Ironis ketika saya mendapatkan pertanyaan dari seseorang karateka shotokan yang bertanya “lambang apaan nih?” atau pengidentikan simbol tora no maki dengan salah satu perguruan “lu dari perguruan X ya?”. Saya tegaskan kembali…Simbol ini merupakan simbol shotokan dan memiliki filosofi mendalam bagi semua karateka shotokan.

Januari 31, 2011

Tips untuk menghadapi UN

Buat para pelajar SMP/MTs yang mau siap-siap menghadapi UN ada beberapa trik untuk menghadapi ujian nasional,mudah-mudahan trik-trik berikut dapat ngebantu kamu semua
1. Hadapilah ujian dengan tenang dan proporsional * Hadapilah ujian ini dengan sikap yang tenang dan proporsional bahwa ujian sebagai sesuatu yang harus dihadapi, dilalui. Sikap tenang akan memungkinkan kita menyusun rencana menentukan strategi dan menjalaninya dengan senang.
2. Bersikaplah proaktif * Proaktif adalah suatu sikap yang beranggapan bahwa kita sendirilah yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup ini, termasuk dalam menghadapi UAN. Yakinlah bahwa kerja keras dan usaha keras yang kita lakukan akan membuahkan hasil. Dalam menyikapi standar minimal 5,25, justru yang terbaik adalah kita sendiri membuat patokan standar nilai minimal. Misalnya, menargetkan 7,01 atau 8,01 sehingga yang muncul adalah tantangan bukan beban.
3. Buatlah rencana * Menghadapi ujian dapat diibaratkan sebagai perjalanan menuju sukses. Sebagaimana perjalanan sukses, sudah sepatutnya kita membuat perencanaan. Dari sekian banyak bahan pelajaran yang harus dipelajari dipilah-pilah antara bahan UAN dari pusat dengan bahan ujian dari sekolah. Antara bahan kelas satu, kelas dua, dan kelas tiga, pelajaran hitungan dan hafalan, sehingga dapat dipelajari dengan teratur dan sistematis. Model belajar semacam itu dapat meringankan dan lebih mengefektifkan cara kerja otak. Salah satu hukum otak yaitu dapat bekerja maksimal dengan cara teratur dan sistematis.
4. Perbanyaklah baca dan latihan soal * Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh lembaga bimbingan belajar adalah para siswa banyak berlatih memecahkan soal-soal dengan cepat. Kita dihadapkan pada soal-soal yang harus dijawab dan dipecahkan dengan tepat. Dengan sering kita berlatih maka kita terbiasa dan terlatih, sehingga tidak cemas atau grogi dalam menghadapi soal (ujian).
5. Belajar kelompok * Belajar kelompok merupakan salah satu cara yang dapat dipakai para siswa untuk berbagi dengan teman yang lain dalam memecahkan soal dan saling menguatkan motivasi belajar dan prestasi. Para siswa daripada banyak bermain dan membuang-buang waktu dengan percuma, manfaatkanlah dengan cara belajar berkelompok dengan teman di sekolah atau di sekitar tempat tinggal kita.
6. Efektifkan belajar di sekolah * Masih terdapat siswa yang datang ke sekolah dan hadir di kelas dengan alakadarnya atau sekadar hadir, tidak mengoptimalisasikan semua potensi dirinya untuk meraih hasil terbaik dalam daya serap materi maupun prestasinya. Padahal jika dimaksimalkan, niscaya hasilnya akan lebih bagus kalaupun tidak ditambah dengan les-les yang lain di luar jam sekolah. Pada umumnya, para siswa kurang menggunakan kemampuan nalarnya dalam belajar, baru sebatas menghafal. Siswa juga masih kurang untuk bertanya, berdialog bahkan berdebat dengan gurunya. Padahal kemampuan bertanya salah satu upaya untuk memperkuat pemahamaman atau pengertian dan keterampilan belajar.
7. Mohon doa restu dari orang tua *Yakinlah bahwa jika kita lulus maka orang tua kita akan senang dan bangga. Jadikanlah perjuangan menghadapi UAN 2008 sebagai ajang untuk mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orang tua kita tercinta. Mohon doa restulah pada orang tua agar kita diberi kemudahan dan kelancaran. Kedua orang tua kita akan dengan senang mendoakan putra-putrinya yang sedang berjuang menghadapi UAN.
8. Berdoalah pada Allah *Adalah sombong yang beranggapan bahwa keberhasilan kita semata-mata usaha dan kerja keras kita sendiri tanpa keikutsertaan Sang Pencipta. Untuk itu dengan segala kerendahan diri dan hati di hadapan-Nya, kita panjatkan doa agar diberi kelulusan, kesehatan dan kemudahan dalam menghadapi ujian nanti. Allah Maha Tahu dan tentu akan mendengarkan dan mengabulkan doa hamba-hambaNYA.
Dan yang paling penting adalah


PERCAYA PADA KEMAMPUAN DIRI SENDIRI
Mudah2an


trik tadi bisa ngebantu kalian semua semoga sukses !!!!

Januari 17, 2011

tokoh idola


NAMA: Luca Nama Keluarga: Valdesi TEMPAT LAHIR: Palermo (Sisilia) TANGGAL LAHIR: 18 Juni 1976 TINGGI: 5,84 kaki (1,78 meter) BERAT: £ 176,4 (80 kilo) RAMBUT: Hitam MATA: Brown HOBI: Diving FAVORIT MAKANAN: Shellfishes dan es krim JUDUL dan RANK: Instruktur Karate, Dan Black Belt 5

Cerita
Luca Valdesi lahir di Palermo pada tanggal 18 Juni 1976. Dia mulai berlatih karate pada usia 6 tahun di bawah bimbingan hati-hati ayahnya Andrea, pada berbagai gym: "Altair", "Athlon", dan "Siccheria". Pada tahun 1995 Luca bergabung dengan kelompok bergengsi olahraga "Fiamme Gialle" dan secara bersamaan mulai panggilan pertama tim nasional Italia. Kemudian datang kemenangan internasional, pada awalnya hanya dengan tim kata (satu-satunya kesempatan yang diberikan kepadanya) dan kemudian juga pada tingkat individu: Luca Valdesi menang Kejuaraan Italia pada tahun 1995 dan Seniors Individu Kejuaraan Eropa sejak tahun 2000. Luke berhasil menemukan waktu untuk melanjutkan studinya, lulus di bidang Administrasi Bisnis, tapi juga membangun keberhasilannya dengan dukungan keluarga, menjadi tonggak sejati baginya.
Pada tahun 2001 Lukas menikah Ada Spinella, seorang seniman penari internasional, kemudian muncul 2004 tahun terbaik dalam hidupnya:
- Februari, kelahiran anaknya Andrea; - Oktober, memenangkan di kejuaraan dunia mutlak baik individu dan tim; - November, tingkat Universitas
Pada tahun 2006 terdapat kelahiran putra Francesco yang kedua, pada bulan Juli, dan pada bulan Oktober medali emas kedua di Kejuaraan Dunia karate, lagi dalam tim dan individual.
Pada tahun 2008 Luca memenangkan gelar 3th di Kejuaraan Dunia di masing-masing (5 medali emas di kejuaraan 3 terakhir!!!)
Pada saat ini Luca dan istrinya Ada yang mengharapkan anak 3th mereka, dan mereka hidup antara Palermo, kota asalnya, dan Gioiosa Marea, sebuah kota kecil yang menyenangkan di pantai Utara-Timur Sisilia mana Ada dilahirkan. Hari ini Luca Valdesi dilatih oleh Couch Umum Fiamme Gialle Tim Karate, Bapak Claudio Culasso; oleh Couch Umum FIJLKAM Tim Nasional, Profesor Pierluigi Aschieri, dan oleh ayahnya Andrea, yang terus menjaga dirinya baik selama pelatihan sesi dan berbagai lomba, sementara ibunya adalah pendukung yang paling kuat!

November 24, 2010

kata empi

November 12, 2010

Karate di Indonesia



Di tahun 1964, kembalilah ke tanah air salah seorang mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan kuliahnya bernama Baud A.D. Adikusumo. Ia adalah seorang karateka yang mendapatkan sabuk hitam dari M. Nakayama, JKA Shotokan. Ia mulai mengajarkan karate. Melihat banyaknya peminat yang ingin belajar karate, dia mendirikan PORKI (Persatuan Olahraga Karate-Do Indonesia) yang merupakan cikal bakal FORKI (Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia). Sehingga beliau tercatat sebagai pelopor seni beladiri Karate di Indonesia.Dan beliau juga pendiri Indonesia Karate-DO (INKADO)
Setelah beliau, tercatat nama putra-putra bangsa Indonesia yang ikut berjasa mengembangkan berbagai aliran Karate di Indonesia, antara lain Sabeth Mukhsin,Ottoman Noeh dari aliran Shotokan, pendiri Institut Karate-Do Indonesia (INKAI) dan Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI), dan juga dari aliran Shotokan adalah Anton Lesiangi (pendiri Lembaga Karate-Do Indonesia/LEMKARI, yang pada dekade 2005 karena urusan internal banyak anggota Lemkari yang keluar dan dipecat yang kemudian mendirikan INKANAS (Institut Karate-do Nasional) yang merupakan peleburan dari perguruan MKC (Medan Karate club).
Aliran Shotokan adalah yang paling populer di Indonesia. Selain Shotokan, Indonesia juga memiliki perguruan-perguruan dari aliran lain yaitu Wado dibawah asuhan Wado-ryu Karate-Do Indonesia (WADOKAI) yang didirikan oleh C.A. Taman dan Kushin-ryu Matsuzaki Karate-Do Indonesia (KKI) yang didirikan oleh Matsuzaki Horyu. Selain itu juga dikenal Setyo Haryono dan beberapa tokoh lainnya membawa aliran Goju-ryu. Nardi T. Nirwanto dengan beberapa tokoh lainnya membawa aliran Kyokushin. Aliran Shito-ryu juga tumbuh di Indonesia dibawah perguruan GABDIKA Shitoryu (dengan tokohnya Dr. Markus Basuki) dan SHINDOKA (dengan tokohnya Bert Lengkong). Selain aliran-aliran yang bersumber dari Jepang diatas, ada juga beberapa aliran Karate di Indonesia yang dikembangkan oleh putra-putra bangsa Indonesia sendiri, sehingga menjadi independen dan tidak terikat dengan aturan dari Hombu Dojo (Dojo Pusat) di negeri Jepang.
Pada tahun 1972, 25 perguruan Karate di Indonesia, baik yang berasal dari Jepang maupun yang dikembangkan di Indonesia sendiri (independen), setuju untuk bergabung dengan FORKI (Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia), yang sekarang menjadi perwakilan WKF (World Karate Federation) untuk Indonesia. Dibawah bimbingan FORKI, para Karateka Indonesia dapat berlaga di forum Internasional terutama yang disponsori oleh ...
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
 Artikel ini sedang dalam perubahan besar

Oktober 20, 2010

kata jion

Bapak karate dunia

Gichin Funakoshi

 

Gichin Funakoshi (船越 義珍 Funakoshi Gichin?, lahir di Shuri, Okinawa, 10 November 1868 – meninggal 26 April 1957 pada umur 88 tahun) adalah pencipta aliran karate Shotokan yang merupakan salah satu dari aliran utama karate, dan sekaligus dianggap sebagai "bapak karate modern".[1] Funakoshi mengikuti ajaran dari guru bernama Ankō Itosu hingga menjadi salah satu master karate Okinawa yang mengajarkan karate kepada penduduk kepulauan utama Jepang pada tahun 1921. Ia mengajar karate di berbagai universitas di Jepang, dan diangkat sebagai ketua kehormatan Asosiasi Karate Jepang ketika baru didirikan pada tahun 1949.

Daftar isi

Karier

Gichin Funakoshi dilahirkan di Shuri, Okinawa sekitar tahun 1868 ketika Jepang sedang berada dalam zaman Restorasi Meiji. Kedua orangtuanya adalah penduduk asli Okinawa yang memakai nama keluarga Tominakoshi.[2] Ayahnya bernama Gisu.[3] Setelah masuk sekolah dasar, Gichin bersahabat baik dengan putra Ankō Asato, seorang master karate dan kendo yang nantinya menjadi guru karate pertamanya.[3]
Keluarga Funakoshi sangat menentang undang-undang yang mengharuskan orang untuk memotong rambut yang ditata dengan model rambut chonmage. Seperti halnya biksu, dokter pada zaman Meiji memang tidak dibenarkan menata rambut dengan model chonmage. Keputusan untuk tidak mau memotong rambut, mengakibatkan Funakoshi tidak diizinkan masuk sekolah kedokteran, walaupun dirinya sudah lulus ujian masuk.[3] Sebagai orang terpelajar yang terdidik dalam sastra Cina Klasik serta filsafat Jepang, Funakoshi bekerja sebagai asisten guru di Okinawa. Pada waktu itu pula, hubungan dirinya dengan keluarga Asato menjadi semakin dekat. Ia mulai sering bepergian pada malam hari ke rumah kediaman keluarga Asato untuk menerima pelajaran karate dari Ankō Asato.[rujukan?]

 Karate Shotokan

Funakoshi menguasai kedua aliran karate Okinawa yang populer pada waktu itu, Shōrei-ryu dan Shōrin-ryu. Aliran karate yang didirikannya diberi nama Shotokan yang berasal dari nama pena Funakoshi, Shoto yang berarti gelombang pinus (gerakan daun-daun pinus ketika angin bertiup). Selain sebagai master karate, Funakoshi adalah seorang filsuf dan penyair yang produktif. Ia sering diberitakan berjalan hingga jauh sekali di dalam hutan untuk bermeditasi dan menulis puisi.[4] Kan berarti aula latihan atau rumah, sehingga Shotokan berarti rumah Shoto. Nama aliran karate ini diciptakan oleh murid-murid Funakoshi yang memasang plang nama bertuliskan Shoto kan di atas pintu masuk dojo tempat mereka berlatih.
Pada akhir 1910-an, Funakoshi telah memiliki banyak murid, di antaranya dianggap mampu untuk meneruskan ajaran sang guru. Funakoshi sendiri melanjutkan usahanya untuk menyebarluaskan karate Okinawa, dan berkelana ke kepulauan utama Jepang pada tahun 1922.[3]
Pada tahun 1939, Funakoshi mendirikan dojo Shōtōkan yang pertama di Tokyo. Ia juga mengubah sebutan untuk seni beladiri yang diajarkannya, dari tōte (唐手?) yang terdiri dari dua aksara kanji: 唐 (, kara; Dinasti Tang atau Cina) dan 手 (te, tangan) menjadi karate (空手?, tangan kosong). Keduanya ditulis dengan aksara kanji yang berbeda, walaupun sebetulnya 唐手 dapat dibaca secara kun'yomi sebagai karate. Funakoshi percaya bahwa istilah baru yang diciptakannya tidak akan menimbulkan kesalahpahaman bahwa karate berasal dari seni bela diri Cina.
Di Tokyo, Funakoshi mendirikan Asosiasi Karate Jepang (JKA) pada 1949, dan diangkat sebagai ketua kehormatan. Ia tetap tinggal di Tokyo hingga tutup usia pada tahun 1957.

 Peninggalan

Funakoshi menerbitkan sejumlah buku mengenai karate, termasuk autobiografi Karate-Do: My Way of Life. Peninggalan terpentingnya berupa sebuah dokumen yang berisi filsafat latihan karate yang sekarang disebut niju kun atau "20 Prinsip Karate". Prinsip-prinsip tersebut merupakan dasar pemikiran bagi semua murid Shotokan, dan diterbitkannya dalam buku berjudul The Twenty Guiding Principles of Karate.[5] Di dalam buku ini , Funakoshi menerangkan 20 prinsip yang harus dipatuhi murid karate agar dapat "menjadi manusia yang lebih baik".[3] Karate-Do Kyohan "The Master Text" karya Funakoshi hingga kini tetap merupakan buku yang paling lengkap, berisi penjelasan tentang sejarah, dasar-dasar, kata, dan kumite.

 Monumen peringatan

Gichin Funakoshi sedang latihan dengan makiwara, tahun 1924.
Monumen untuk Gichin Funakoshi didirikan oleh Shotokai di sebuah kuil di Kamakura bernama Engaku-ji pada 1 Desember 1968. Batu ini dirancang oleh Kenji Ogata dan bertuliskan kaligrafi karya Funakoshi dan biksu kepala bernama Sōgen Asahina (1891-1979). Pada batu monumen ini bertuliskan prinsip kedua dari 20 Prinsip Karate, "Karate ni sente nashi" ("Tidak ada serangan pertama dalam karate"). Di sebelah kanannya terdapat batu bertuliskan puisi yang ditulisnya ketika dalam perjalanan ke Jepang pada tahun 1922.
Batu kedua berisi tulisan yang dibuat oleh Nobuhide Ohama, dan diterjemahkan sebagai:[6]
Sensei karate-do Funakoshi Gichin dilahirkan di Shuri Okinawa pada 10 Juni 1870. Sejak sekitar usia sebelas tahun, ia mulai belajar tō-te jutsu dari Azato Anko dan Itosu Anko. Ia berlatih dengan rajin dan pada tahun 1912 diangkat sebagai ketua Shobukai Okinawa. Pada Mei 1922, ia pindah ke Tokyo dan menjadi sensei profesional karate-do. Ia mengabdikan seluruh hidupnya bagi pengembangan karate-do. Ia hidup hingga usia delapan puluh delapan tahun, dan meninggalkan dunia ini pada 26 April 1957. Sambil melakukan reinterpretasi to-te jutsu, Sensei menyebarluaskan karate-do tanpa menghilangkan filsafat aslinya. Seperti halnya bugei (seni bela diri klasik), puncak dari "mu" (pencerahan) adalah: untuk memurnikan dan membuat seorang menjadi kosong melalui transformasi dari jutsu ke do. Melalui kata-kata terkenalnya, "Karate ni sente nashi" ("Tidak ada serangan pertama dalam karate") dan "Karate wa kunshi no bugei" ("Karate adalah seni bela diri orang bijaksana), Sensei membantu kami untuk mengerti makna jutsu secara lebuh baik lagi. Kami, para murid setia, dengan maksud memperingati jasa dan kontribusinya sebagai perintis karate-do modern, membentuk Shotokai dan mendirikan monumen ini di Enkakuji. "Kenzen ichi" ("Kepalan dan Zen adalah satu").

 Daftar terbitan

  • Funakoshi, Gichin (1973). Karate-Do Kyohan: The Master Text. diterjemahkan oleh Tsutomu Ohshima. Tokyo: Kodansha International. ISBN 978-0870111907. 
  • Funakoshi, Gichin (1981) [1975]. Karate-Do: My Way of Life. Tokyo: Kodansha International. ISBN 978-0870114632. 
  • Funakoshi, Gichin (1994) [1988]. Karate-Do Nyumon: The Master Introductory Text. diterjemahkan oleh John Teramoto. Tokyo: Kodansha International. ISBN 978-4770018915. 
  • Funakoshi, Gichin (2001). Karate Jutsu: The Original Teachings of Master Funakoshi. diterjemahkan oleh Tsutomu Ohshima. Tokyo: Kodansha International. ISBN 978-4770026811. 
  • Funakoshi, Gichin (1975). The Twenty Guiding Principles of Karate: The Spiritual Legacy of the Master. diterjemahkan oleh John Teramoto. Tokyo: Kodansha International.

 

Oktober 07, 2010







September 22, 2010

Shotokan 
  (松涛 馆 流, Shotokan-ryu?) Adalah gaya karate, dikembangkan dari berbagai seni bela diri oleh Gichin Funakoshi (1868-1957) dan putranya Gigo (Yoshitaka) Funakoshi (1906-1945). Gichin lahir di Okinawa [1] dan secara luas dikreditkan dengan mempopulerkan karate melalui serangkaian demonstrasi publik, dan dengan mempromosikan pengembangan universitas klub karate, termasuk yang di Keio, Waseda, Hitotsubashi (Shodai), Takushoku, Chuo, Gakushuin, dan Hosei. [2]
Funakoshi memiliki banyak siswa di universitas dan dojos klub luar, yang terus mengajarkan karate setelah kematiannya pada tahun 1957. Namun, perselisihan internal (khususnya gagasan bahwa kompetisi adalah bertentangan dengan esensi dari karate) menyebabkan penciptaan berbagai organisasi-termasuk split awal antara Jepang Karate Association (diketuai oleh Masatoshi Nakayama) dan Shotokai (dipimpin oleh Shigeru Egami ), diikuti oleh banyak orang lain-sehingga hari ini tidak ada sekolah "tunggal Shotokan", meskipun mereka semua menanggung pengaruh Funakoshi's.Isi[Hide]

    
* 1 Etimologi
    
* 2 Karakteristik
          
o 2,1 Filsafat
          
persyaratan umum o 2,2
          
o 2,3 Peringkat
          
o Kata 2,4
          
o 2,5 Kumite
    
* 3 Sejarah
          
3,1 o Asal
    
* 4 Mayor Shotokan organisasi
    
* 5 Praktisi yang terkenal
    
* 6 Lihat pula
    
* 7 Rujukan
    
* 8 Sumber
    
* 9 Bacaan lebih lanjut
    
* 10 Pranala luar
[Sunting] EtimologiKaligrafi dari Shotokan oleh Takahashi Anki
Shotokan adalah nama dojo resmi pertama dibangun oleh Funakoshi, dalam 1939 [3] di Mejiro, dan hancur pada 1945 sebagai hasil dari sekutu pemboman [4] Shoto (松涛, Shōtō?), Yang berarti "pinus gelombang." (pergerakan jarum pinus saat angin berhembus melalui itu), adalah pena Funakoshi's-nama, [5] yang ia digunakan dalam tulisan-tulisannya puitis dan filosofis dan pesan untuk murid-muridnya. Itu kan bahasa Jepang (馆, kan?) Berarti "rumah" atau "ruang". Dalam menghormati sensei mereka, siswa Funakoshi yang dibuat tanda baca shōtō-kan yang ditempatkan di atas pintu masuk aula tempat Funakoshi mengajar [5.] Gichin Funakoshi tidak pernah memberi nama gaya, hanya menyebutnya "karate".[Sunting] Karakteristik
Shotokan pelatihan biasanya dibagi menjadi tiga bagian: kihon (dasar), Kata (bentuk atau pola bergerak), dan kumite (tanding). Teknik kihon dan Kata dicirikan oleh panjang, sikap lama yang memberikan kestabilan, memungkinkan gerakan yang kuat, dan memperkuat kaki. Shotokan sering dianggap sebagai 'keras' dan 'eksternal' seni bela diri karena diajarkan bahwa cara untuk pemula dan ikat pinggang berwarna untuk mengembangkan teknik dasar yang kuat dan sikap. Awalnya kekuatan dan kekuasaan yang menunjukkan bukan lebih lambat, gerakan lebih mengalir. Mereka yang maju ke tingkat sabuk coklat dan hitam mengembangkan gaya yang lebih cairan yang menggabungkan bergulat dan beberapa teknik seperti aikido, yang dapat ditemukan di katas sabuk hitam. Kumite teknik cermin sikap ini dan gerakan pada tingkat dasar, tetapi lebih terstruktur, dengan berfokus pada kecepatan dan efisiensi.[Sunting] Filosofi
Gichin Funakoshi menggelar Dua puluh Sila Karate, [6] (atau kun Niju [7]) yang membentuk dasar-dasar seni, sebelum murid-muridnya mendirikan JKA. Dalam dua puluh prinsip ini, berdasarkan berat pada Bushido dan Zen, terletak filosofi Shotokan. Prinsip-prinsip menyinggung pengertian tentang kerendahan hati, hormat, kasih sayang, kesabaran, dan keduanya merupakan ketenangan ke dalam dan luar. Itu adalah keyakinan Funakoshi bahwa latihan karate melalui dan pengamatan dari 20 prinsip, karateka akan meningkatkan orang mereka. [5]
The Dojo kun daftar lima aturan filosofis untuk pelatihan di dojo, mencari kesempurnaan karakter, setia, berusaha untuk unggul, menghormati orang lain, menahan diri dari perilaku kekerasan. The Dojo kun biasanya diposting di dinding dojo, dan beberapa klub membaca Shotokan Dojo kun pada awal, dan / atau akhir setiap kelas untuk memberikan motivasi dan konteks untuk pelatihan lebih lanjut.
Funakoshi juga menulis: "Tujuan utama dari Karate tidak terletak pada kemenangan atau kalah, tetapi pada kesempurnaan karakter dari peserta" [5].[Sunting] istilah umumArtikel utama: Daftar istilah karate
Banyak istilah yang digunakan dalam batang karate dari budaya Jepang. Sementara banyak adalah nama-nama (misalnya Heian, Gankaku), yang lain eksklusif untuk seni bela diri (Kata misalnya, kumite). Banyak istilah yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti zenkutsu Dachi, sementara yang lain muncul secara rutin, seperti rei. Bentuk Jepang sering disimpan di sekolah-sekolah di luar Jepang untuk melestarikan budaya Okinawa dan filosofi Funakoshi's.
Namun, banyak sekolah JKA (Japan Karate Association) yang berafiliasi Karate Shotokan menggunakan terminologi penuh setiap hari, menyediakan terjemahan juga. Misalnya Kui (Karate Persatuan Irlandia), menggunakan nama Jepang penuh dan tepat untuk setiap bergerak dan Kata dalam pelatihan, grading dan persaingan.[Sunting] Peringkat
Peringkat digunakan dalam karate untuk menunjukkan pengalaman, keahlian, dan untuk tingkat yang lebih rendah, senioritas. Seperti banyak seni bela diri, Shotokan menggunakan sistem sabuk warna untuk menunjukkan peringkat. Kebanyakan sekolah Kyu Shotokan menggunakan sistem / Dan, tapi telah menambahkan warna sabuk lainnya. Urutan warna sangat beragam dari sekolah ke sekolah, namun sabuk kyu dilambangkan dengan warna yang di beberapa sekolah menjadi lebih gelap sebagai mahasiswa Shodan pendekatan. tingkat sabuk hitam Dan yang selalu, dengan beberapa sekolah menggunakan garis-garis untuk menunjukkan berbagai peringkat sabuk hitam.[Sunting] KataArtikel utama: KataGichin Funakoshi melaksanakan Kanku dai Kata (観 空)
Kata ini sering digambarkan sebagai urutan set bergerak karate diatur dalam pertarungan pra-diatur melawan lawan imajiner. Kata ini terdiri dari tendangan, meninju, menyapu, pemogokan, blok, dan melempar. Gerakan Tubuh dalam berbagai Kata mencakup melangkah, berputar, berbalik, menjatuhkan diri ke tanah, dan melompat. Dalam Shotokan, Kata bukanlah kinerja atau demonstrasi, tetapi untuk karateka individu untuk berlatih penuh dengan teknik-teknik berpotensi setiap pukulan pembunuh (hisatsu ikken)-sementara memberikan perhatian khusus untuk membentuk dan timing (ritme). Sebagai karateka tumbuh penekanan yang lebih tua, lebih banyak ditempatkan pada manfaat kesehatan dari berlatih kata, mempromosikan sekaligus menjaga kebugaran tubuh lembut, lentur, dan tangkas.
Beberapa kelompok Shotokan Kata diperkenalkan dari gaya lain ke dalam pelatihan mereka, tapi ketika JKA dibentuk, Nakayama meletakkan 27 Kata Kata sebagai silabus untuk organisasi ini. Bahkan saat ini, ribuan dojo Shotokan praktek hanya 26 dari 27 Kata. Para Kata standar adalah: Taikyoku Shodan (kadang-kadang disebut atau Kihon Kihon Kata Kata, dihentikan pada sebagian besar dojos Shotokan hari ini) (太极 初段), Heian Shodan (平安 初段), nidan Heian (平安 二段), sandan Heian (平安 三 段) yondan, Heian 平安 (四段), godan Heian (平安 五 段), Bassai dai (披 塞 大), Jion (慈恩), EMPI (燕飞), Kanku dai (観 空 大), Hangetsu (半月), Jitte (十 手), Gankaku (岩 鹤), Tekki Shodan 鉄 (骑 初段), Tekki nidan 鉄 (骑 二段), Tekki sandan 鉄 (骑 三 段), Nijūshiho (二十 四 步), Chinte (珍 手), Sōchin (壮 鎭), Meikyō (明镜), Unsu (云 手), Bassai Shō (披 塞 小), Kankū Shō (観 空 小), Wankan (王冠), Gojūshiho Shō (五十 四 歩 小), Gojūshiho dai (五十 四 歩 大), dan Ji'in (慈 阴). [2] [8] [9][Sunting] KumiteArtikel utama untuk bagian: Kumite
Kumite, atau bersitegang (lit. Rapat tangan), adalah aplikasi praktis dari Kata untuk lawan nyata. Sementara teknik yang digunakan dalam perdebatan hanya sedikit berbeda dari kihon, formalitas dari kumite di karate Shotokan pertama kali dilembagakan oleh Masatoshi Nakayama dimana dasar, menengah, dan maju tanding teknik dan aturan yang diformalkan. [10]
Praktisi Shotokan pertama-tama belajar bagaimana menerapkan teknik mengajar di Kata untuk "hipotetis" lawan dengan cara Kata bunkai. Kata bunkai kemudian jatuh tempo dalam kumite dikontrol. [11]
Kumite merupakan bagian ketiga dari tiga serangkai Shotokan dari Kihon-Kata-Kumite. Kumite diajarkan dalam kompleksitas yang semakin meningkat dari pemula melalui blackbelt kelas rendah (1 - 2) sampai menengah (3 - 4) dan maju (dan seterusnya 5) tingkat praktisi.
Pemula belajar pertama kumite dengan latihan dasar, 1, 3 atau 5 serangan ke kepala (jodan) atau badan (chudan) dengan pembela melangkah mundur sementara memblokir dan hanya melawan pada pertahanan terakhir. Latihan ini menggunakan dasar (kihon) teknik dan mengembangkan rasa waktu dan jarak dalam pertahanan terhadap serangan dikenal.
Pada sekitar tingkat sabuk ungu karateka belajar satu langkah tanding (ippon kumite). Meskipun hanya ada satu langkah yang terlibat, bukan tiga atau lima, latihan ini lebih maju karena melibatkan berbagai serangan yang lebih besar dan biasanya para pembela blok pilihan sendiri [12]. Hal ini juga mengharuskan bek untuk melaksanakan serangan balasan lebih cepat dibandingkan kedua tipe awal perdebatan. Counter-serangan mungkin hampir apa saja, termasuk pemogokan, bergulat, dan manuver mengambil-down.
Beberapa sekolah meresepkan pertahanan, terutama Kase-ha Shotokan-ryu yang menggunakan langkah 8, tiga memblokir arah dan pola menyerang yang berkembang dari kanan tingkat sabuk kuning sampai tingkat mahir.
Tingkat berikutnya adalah freestyle adu kumite satu langkah (Jiyu kumite ippon). Jenis kumite, dan perdebatan yang penerus-bebas, telah didokumentasikan secara luas oleh Nakayama [10] [13] [14] dan diperluas oleh program pelatihan instruktur JKA, bagi klub-klub di bawah JKA. perselisihan Freestyle satu langkah serupa dengan perdebatan satu-langkah akan tetapi user harus karateka yang akan bergerak. Berlatih tanding satu langkah meningkatkan tanding bebas (Jiyu kumite) keterampilan, dan juga memberikan kesempatan untuk berlatih counter-serangan besar (sebagai lawan counter-serangan kecil) [11 negara bagian] Tsutomu Ohshima bahwa freestyle bersitegang satu langkah. Adalah yang paling realistis praktek di karate Shotokan, dan itu lebih realistis dari perdebatan bebas. [15]
Gratis tanding (kumite Jiyu) adalah elemen terakhir dari perdebatan yang harus dipelajari. Dalam latihan ini, dua mitra pelatihan bebas untuk menggunakan teknik karate atau kombinasi serangan, dan bek setiap saat bebas untuk menghindari, blok, counter, atau serangan dengan teknik karate. Pelatihan mitra didorong untuk membuat dikendalikan dan fokus kontak dengan lawan mereka, tetapi untuk menarik serangan mereka segera setelah kontak permukaan telah dibuat [13] Hal ini memungkinkan serangkaian penuh wilayah target yang akan diserang (termasuk punches dan. kicks untuk menghadapi , kepala, tenggorokan, dan tubuh) tanpa bantalan atau sarung tangan pelindung, tetapi tetap mempertahankan tingkat keamanan bagi para peserta. Melontar mitra seseorang dan takedowns performing yang diijinkan dalam perdebatan gratis, namun itu tidak biasa untuk kompetisi pertandingan melibatkan diperpanjang bergulat atau tanah-gulat, sebagai karateka Shotokan didorong untuk mengakhiri pertemuan dengan serangan tunggal, menghindari periode diperpanjang konflik atau tidak perlu menghubungi .
ippon kumite Kaishu merupakan latihan tanding tambahan yang biasanya diperkenalkan untuk nilai yang lebih tinggi. Hal ini dimulai dengan cara yang mirip dengan gaya bebas bersitegang satu langkah; nama penyerang serangan dia akan mengeksekusi, serangan dengan teknik itu, dan bek blok dan counter serangan itu. Tidak seperti freestyle satu langkah perselisihan, namun penyerang kemudian harus memblokir counter pembela itu-serangan dan menyerang balik. Latihan ini sering dianggap lebih sulit daripada baik gaya bebas bersitegang satu langkah atau perselisihan bebas, sebagai pembela yang biasanya tidak dapat melarikan diri ke jarak yang aman pada waktunya untuk menghindari berlawanan dengan serangan balasan. [11]
Sebuah titik catatan, pelatihan Kumite dalam dojo tidak identik dengan olahraga Kumite. Dalam Kumite setiap dan semua teknik yang berlaku; pukulan, serangan tangan pisau, Headbutt, kunci, takedowns, kickes, dll Dalam kompetisi; peraturan tertentu berlaku, teknik tertentu adalah valid, dan daerah target tertentu dibatasi (seperti sendi atau tenggorokan ). Tujuan kompetisi adalah untuk mencetak poin melalui penerapan prinsip-prinsip Kumite sekaligus menciptakan suasana yang menarik dan kompetitif, sedangkan tujuan pelatihan Kumite di dojo harus siap untuk membunuh atau melumpuhkan lawan dalam situasi yang realistis [rujukan?].[Sunting] Sejarah[Sunting] AsalShotokan-ryu pendiri Gichin Funakoshi.
Gichin Funakoshi telah dilatih di kedua gaya populer Okinawan karate waktu: Shōrei-ryu dan Shorin-ryu. Setelah bertahun-tahun studi di kedua gaya, Funakoshi menciptakan gaya sederhana yang memadukan idealisme dari dua [5] Ia tidak pernah bernama gayanya Namun, selalu merujuk ke sana hanya sebagai "karate.." Funakoshi karate mencerminkan perubahan yang dibuat dalam seni oleh Anko Itosu, termasuk Heian / seri Kata Pinan. Funakoshi mengubah nama beberapa Kata dalam upaya untuk membuat nama-nama Kata Okinawa lebih mudah untuk diucapkan dalam dialek Jepang Honshu.
Pada tahun 1924, Funakoshi mengadopsi kyu / Dan sistem peringkat dan seragam (keikogi) dikembangkan oleh Jigoro Kano, pendiri judo. [16] Sistem ini menggunakan warna sabuk (obi) untuk menunjukkan peringkat. Awalnya, karate hanya Warna belt tiga: putih, coklat, dan hitam (dengan peringkat di masing-masing). Sistem sabuk yang asli, masih digunakan oleh sekolah Shotokan banyak, adalah:

    
* 8 meningkat menjadi 4 kyu: putih
    
* 3 meningkat sampai 1st Kyu: cokelat
    
* 1 dan Dan tinggi: hitam
Funakoshi diberikan marga 1 pertama (初段; Shodan) peringkat karate Shotokan untuk Tokuda, Otsuka, Akiba, Shimizu, Hirose, Gima, dan Kasuya pada tanggal 10 April 1924.[Sunting] Pusat organisasi ShotokanInformasi lebih lanjut: Daftar organisasi besar Shotokan Karate[Sunting] praktisi TerkenalInformasi lebih lanjut: Daftar karateka
Mantan juara UFC Light Heavyweight Lyoto Machida memegang sabuk hitam Dan 3 karate Shotokan, sementara saudaranya Shinzo memegang Dan ke-4 dan mereka memegang ayah Yoshizo Dan 7 dan kepala cabang Brasil Karate Jepang Asosiasi.[Sunting] Lihat pula

    
* Daftar Shotokan teknik
    
* US Shotokan karate juara antar perguruan
[Sunting Rujukan]

   
1. ^ Mark Bishop (1999). Okinawan Karate: Guru, gaya, dan teknik rahasia. ISBN 0-8048-3205-6.
   
2. ^ A b Funakoshi, Gichin (1973). "Karate-lakukan Kyohan", Kodansha International Ltd, Tokyo. ISBN 0-87011-190-6.
   
3. ^ Master Gichin Funakoshi (1868-1957)
   
4. ^ "Gichin Funakoshi, ayah dari" karate. http://www.newsfinder.org/site/more/gichin_funakoshi_the_father_of_karate/. Diperoleh 2008/12/21.
   
5. ^ A b c d e Funakoshi, Gichin (1981). "Karate-do: My Way of Life". Kodansha International Ltd, Tokyo. ISBN 0-87011-463-8. pg. 85
   
6. ^ JKA, Situs resmi. "'The Twenty Sila dari" Karate. http://www.jka.or.jp/english/karate/precepts.html. Diperoleh 2006/07/16.
   
7. ^ Teruyuki Okazaki (2006). "Kesempurnaan Character". http://www.nijukun.com/.
   
8. ^ Sugiyama, Shojiro (1984). "25 Shoto-Kan Kata". Shojiro Sugiyama, Chicago. ISBN 0-9669048-0-X.
   
9. Redmond ^, Rob (2008). "The Canon Shotokan". Kata: Tarian Rakyat dari beberapa Shotokan (4 ed.).
  
10. ^ A b Masatoshi Nakayama (1978). Best Karate, Vol. 3: Kumite 1, Kodansha International. ISBN 0-87011-332-1.
  
11. ^ A b c Masahiko Tanaka, (2001). Karate-do: Kumite Penyempurnaan, Penerbit Sake. ASIN B000Q81406.
  
12. ^ Randall G. Hassel, dan Teruyuki Okazaki, (1983). Percakapan dengan Master: Masatoshi Nakayama, Palmerston & Reed Publishing Company. ISBN 0-9119-2100-1
  
13. ^ A b Masatoshi Nakayama (1978). Best Karate, Vol 4: Kumite 2, Kodansha International. ISBN 0-8701-1359-3.
  
14. ^ Masatoshi Nakayama. (1966). Dynamic Karate, Kodansha International. ASIN B000TBPU3C.
  
15. ^ Ohshima, Tsutomu (1998). "Catatan tentang Pelatihan". Syair yg menggambarkan keindahan alam Arbor, Enumclaw, WA. ISBN 0-9376633-2-8.
  
16. ^ Adams, Andy (1971). "Bapak Karate Modern". Black Belt (10) 41-47.
[Sunting Sumber]

    
* Shojiro Sugiyama. (2005) 0,11 Inovasi di Karate. ISBN 978-0966904833. Chicago, IL.
[Sunting] Bacaan lebih lanjut

    
* Bruce Clayton. Shotokan's Secret: Kebenaran Tersembunyi Dibalik Karate's Fighting Origin.
    
* Harry Cook. Shotokan Karate: Sejarah Precise.
    
* Gichin Funakoshi. Karate-do Kyohan: Teks Master.
    
* Gichin Funakoshi. Karate-do Nyumon: The Master Introductory Text.
    
* John Menjual. Unante: Rahasia Karate (Panchita S. Hawley, 2nd ed 2000). ISBN 0-910704-96-1.
    
* Marius Podeanu. Best Embusen: Shotokan.
    
* Masatoshi Nakayama. Dynamic Karate.
    
* Randall G. Hassel. Shotokan Karate: Its Sejarah dan Evolusi (Damashi, 1984). ISBN 0-911921-05-2.
    
* Randall G. Hassel, dan Otis Edmond. "Panduan Lengkap Tolol untuk Karate". (Penguin Group (USA), 2000).
    
* Rob Redmond. Kata: Tarian Rakyat itu dari Shotokan.
    
* Teruyuki Okazaki. Kesempurnaan Character: Panduan Prinsip seni bela diri & Everyday Life.

karate shotokan

Shotokan (松濤館流 Shōtōkan-ryū?) is a style of karate, developed from various martial arts by Gichin Funakoshi (1868–1957) and his son Gigo (Yoshitaka) Funakoshi (1906–1945). Gichin was born in Okinawa [1] and is widely credited with popularizing karate through a series of public demonstrations, and by promoting the development of university karate clubs, including those at Keio, Waseda, Hitotsubashi (Shodai), Takushoku, Chuo, Gakushuin, and Hosei.[2]
Funakoshi had many students at the university clubs and outside dojos, who continued to teach karate after his death in 1957. However, internal disagreements (in particular the notion that competition is contrary to the essence of karate) led to the creation of different organizations—including an initial split between the Japan Karate Association (headed by Masatoshi Nakayama) and the Shotokai (headed by Shigeru Egami), followed by many others—so that today there is no single "Shotokan school", although they all bear Funakoshi's influence.

Contents

[hide]

[edit] Etymology

Calligraphy of Shotokan by Takahashi Anki
Shotokan was the name of the first official dojo built by Funakoshi, in 1939[3] at Mejiro, and destroyed in 1945 as a result of an allied bombing.[4] Shoto (松濤 Shōtō?), meaning "pine-waves" (the movement of pine needles when the wind blows through them), was Funakoshi's pen-name,[5] which he used in his poetic and philosophical writings and messages to his students. The Japanese kan ( kan?) means "house" or "hall". In honour of their sensei, Funakoshi's students created a sign reading shōtō-kan which was placed above the entrance of the hall where Funakoshi taught.[5] Gichin Funakoshi never gave his style a name, just calling it "karate".

[edit] Characteristics

Shotokan training is usually divided into three parts: kihon (basics), kata (forms or patterns of moves), and kumite (sparring). Techniques in kihon and kata are characterized by deep, long stances that provide stability, enable powerful movements, and strengthen the legs. Shotokan is often regarded as a 'hard' and 'external' martial art because it is taught that way to beginners and coloured belts to develop strong basic techniques and stances. Initially strength and power are demonstrated instead of slower, more flowing motions. Those who progress to brown and black belt level develop a much more fluid style which incorporates grappling and some aikido-like techniques, which can be found in the black belt katas. Kumite techniques mirror these stances and movements at a basic level, but are less structured, with a focus instead on speed and efficiency.

[edit] Philosophy

Gichin Funakoshi laid out the Twenty Precepts of Karate,[6] (or Niju kun[7]) which form the foundations of the art, before his students established the JKA. Within these twenty principles, based heavily on Bushido and Zen, lies the philosophy of Shotokan. The principles allude to notions of humility, respect, compassion, patience, and both an inward and outward calmness. It was Funakoshi's belief that through karate practice and observation of these 20 principles, the karateka would improve their person.[5]
The Dojo kun lists five philosophical rules for training in the dojo; seek perfection of character, be faithful, endeavor to excel, respect others, refrain from violent behavior. The Dojo kun is usually posted on a wall in the dojo, and some shotokan clubs recite the Dojo kun at the beginning and/or end of each class to provide motivation and a context for further training.
Funakoshi also wrote: "The ultimate aim of Karate lies not in victory or defeat, but in the perfection of the character of the participant."[5]

[edit] Common terms

Many terms used in karate stem from Japanese culture. While many are names (e.g. Heian, Gankaku), others are exclusive to martial arts (e.g. kata, kumite). Many terms are seldom used in daily life, such as zenkutsu dachi, while others appear routinely, such as rei. The Japanese form is often retained in schools outside of Japan to preserve the Okinawan culture and Funakoshi's philosophies.
However, many schools of JKA (Japan Karate Association) affiliated Shotokan Karate used the full terminology on a daily basis, providing translations also. For example the KUI (Karate Union of Ireland), utilises the full and proper Japanese name for each move and kata in training, grading and competition.

[edit] Ranks

Rank is used in karate to indicate experience, expertise, and to a lesser degree, seniority. As with many martial arts, Shotokan uses a system of colored belts to indicate rank. Most Shotokan schools use the kyū / dan system but have added other belt colors. The order of colors varies widely from school to school, but kyu belts are denoted with colors that in some schools become darker as a student approaches shodan. Dan level belts are invariably black, with some schools using stripes to denote various ranks of black belt.

[edit] Kata

Gichin Funakoshi executing Kanku dai kata (観空)
Kata is often described as a set sequence of karate moves organized into a pre-arranged fight against imaginary opponents. The kata consists of kicks, punches, sweeps, strikes, blocks, and throws. Body movement in various kata includes stepping, twisting, turning, dropping to the ground, and jumping. In Shotokan, kata is not a performance or a demonstration, but is for individual karateka to practice full techniques—with every technique potentially a killing blow (ikken hisatsu)—while paying particular attention to form and timing (rhythm). As the karateka grows older, more emphasis is placed on the health benefits of practicing kata, promoting fitness while keeping the body soft, supple, and agile.
Several Shotokan groups have introduced kata from other styles into their training, but when the JKA was formed, Nakayama laid down 27 kata as the kata syllabus for this organization. Even today, thousands of Shotokan dojo only practice 26 of these 27 kata. The standard kata are: Taikyoku shodan (sometimes termed Kata Kihon or Kihon Kata, discontinued in most of today's Shotokan dojos) (太極初段), Heian shodan (平安初段), Heian nidan (平安二段), Heian sandan (平安三段), Heian yondan (平安四段), Heian godan (平安五段), Bassai dai (披塞大), Jion (慈恩), Empi (燕飛), Kanku dai (観空大), Hangetsu (半月), Jitte (十手), Gankaku (岩鶴), Tekki shodan (鉄騎初段), Tekki nidan (鉄騎二段), Tekki sandan (鉄騎三段), Nijūshiho (二十四步), Chinte (珍手), Sōchin (壯鎭), Meikyō (明鏡), Unsu (雲手), Bassai shō (披塞小), Kankū shō (観空小), Wankan (王冠), Gojūshiho shō (五十四歩小), Gojūshiho dai (五十四歩大), and Ji'in (慈陰).[2][8][9]

[edit] Kumite

Kumite, or sparring (lit. Meeting of hands), is the practical application of kata to real opponents. While the techniques used in sparring are only slightly different than kihon, the formalities of kumite in Shotokan karate were first instituted by Masatoshi Nakayama wherein basic, intermediate, and advanced sparring techniques and rules were formalized.[10]
Shotokan practitioners first learn how to apply the techniques taught in kata to "hypothetical" opponents by way of kata bunkai. Kata bunkai then matures into controlled kumite.[11]
Kumite is the third part of the Shotokan triumvirate of Kihon-Kata-Kumite. Kumite is taught in ever increasing complexity from beginner through low grade blackbelt (1st - 2nd) to intermediate (3rd - 4th) and advanced (5th onwards) level practitioners.
Beginners first learn kumite through basic drills, of 1, 3 or 5 attacks to the head (jodan) or body (chudan) with the defender stepping backwards whilst blocking and only countering on the last defence. These drills use basic (kihon) techniques and develop a sense of timing and distance in defence against a known attack.
At around purple belt level karateka learn one-step sparring (ippon kumite). Though there is only one step involved, rather than three or five, this exercise is more advanced because it involves a greater variety of attacks and blocks usually the defenders own choice.[12] It also requires the defender to execute a counter-attack faster than in the earlier types of sparring. Counter-attacks may be almost anything, including strikes, grapples, and take-down manoeuvres.
Some schools prescribe the defences, most notably the Kase-ha Shotokan-ryū which uses an 8 step, three directional blocking and attacking pattern which develops from yellow belt level right through to advanced level.
The next level of kumite is freestyle one-step sparring (jiyu ippon kumite). This type of kumite, and its successor—free sparring, have been documented extensively by Nakayama[10][13][14] and are expanded upon by the JKA instructor trainee program, for those clubs under the JKA. Freestyle one-step sparring is similar to one-step sparring but requires the karateka to be in motion. Practicing one-step sparring improves free sparring (jiyu kumite) skills, and also provides an opportunity for practicing major counter-attacks (as opposed to minor counter-attacks).[11] Tsutomu Ohshima states that freestyle one-step sparring is the most realistic practice in Shotokan karate, and that it is more realistic than free sparring.[15]
Free sparring (jiyu kumite) is the last element of sparring to be learned. In this exercise, two training partners are free to use any karate technique or combination of attacks, and the defender at any given moment is free to avoid, block, counter, or attack with any karate technique. Training partners are encouraged to make controlled and focused contact with their opponent, but to withdraw their attack as soon as surface contact has been made.[13] This allows a full range of target areas to be attacked (including punches and kicks to the face, head, throat, and body) with no padding or protective gloves, but maintains a degree of safety for the participants. Throwing one's partner and performing takedowns are permitted in free sparring, however it is unusual for competition matches to involve extended grappling or ground-wrestling, as Shotokan karateka are encouraged to end an encounter with a single attack, avoiding extended periods of conflict or unnecessary contact.
Kaishu ippon kumite is an additional sparring exercise that is usually introduced for higher grades. This starts in a similar manner to freestyle one-step sparring; the attacker names the attack he/she will execute, attacks with that technique, and the defender blocks and counters the attack. Unlike freestyle one-step sparring, however, the attacker must then block the defender's counter-attack and strike back. This exercise is often considered more difficult than either freestyle one-step sparring or free sparring, as the defender typically cannot escape to a safe distance in time to avoid the counter to the counter-attack.[11]
A point of note, training Kumite within the dojo is not identical to sport Kumite. In Kumite any and all techniques are valid; punches, knife hand strikes, headbutt, locks, takedowns, kickes, etc. In competition; certain regulations apply, certain techniques are valid, and certain target areas are restricted (such as the joints or throat). The purpose of competition is to score points through the application of Kumite principles while creating an exciting and competitive atmosphere, whereas the purpose of training Kumite in the dojo is to be prepared to kill or cripple an opponent in a realistic situation.[citation needed]

[edit] History

[edit] Origins

Shōtōkan-ryū founder Gichin Funakoshi.
Gichin Funakoshi had trained in both of the popular styles of Okinawan karate of the time: Shōrei-ryū and Shōrin-ryū. After years of study in both styles, Funakoshi created a simpler style that combined the ideals of the two.[5] He never named his style, however, always referring to it simply as "karate." Funakoshi's karate reflects the changes made in the art by Ankō Itosu, including the Heian/Pinan kata series. Funakoshi changed the names of some of the kata in an effort to make the Okinawan kata names easier to pronounce in the Japanese Honshū dialect.
In 1924, Funakoshi adopted the Kyū / Dan rank system and the uniform (keikogi) developed by Kano Jigoro, the founder of judo.[16] This system uses colored belts (obi) to indicate rank. Originally, karate had only three belt colors: white, brown, and black (with ranks within each). The original belt system, still used by many Shotokan schools, is:
  • 8th rising to 4th kyū: white
  • 3rd rising to 1st kyū: brown
  • 1st and higher dan: black
Funakoshi awarded the first 1st dan (初段; shodan) Shotokan karate ranks to Tokuda, Otsuka, Akiba, Shimizu, Hirose, Gima, and Kasuya on 10 April 1924.

[edit] Major Shotokan organizations

[edit] Famous practitioners

Former UFC Light Heavyweight champion Lyoto Machida holds a 3rd dan black belt in Shotokan karate, while his brother Shinzo holds a 4th dan and their father Yoshizo holds a 7th dan and is head of the Japan Karate Association's Brazilian branch.

[edit] See also

[edit] Footnotes

  1. ^ Mark Bishop (1999). Okinawan Karate: Teachers, styles, and secret techniques. ISBN 0-8048-3205-6. 
  2. ^ a b Funakoshi, Gichin (1973). "Karate-do Kyohan", Kodansha International Ltd, Tokyo. ISBN 0-87011-190-6.
  3. ^ Master Funakoshi Gichin (1868-1957)
  4. ^ "Gichin Funakoshi, the father of karate". http://www.newsfinder.org/site/more/gichin_funakoshi_the_father_of_karate/. Retrieved 2008-12-21. 
  5. ^ a b c d e Funakoshi, Gichin (1981). "Karate-do: My Way of Life". Kodansha International Ltd, Tokyo. ISBN 0-87011-463-8. pg. 85
  6. ^ JKA, Official site. "'The Twenty Precepts of Karate". http://www.jka.or.jp/english/karate/precepts.html. Retrieved 2006-07-16. 
  7. ^ Teruyuki Okazaki (2006). "Perfection of Character". http://www.nijukun.com/. 
  8. ^ Sugiyama, Shojiro (1984). "25 Shoto-Kan Kata". Shojiro Sugiyama, Chicago. ISBN 0-9669048-0-X.
  9. ^ Redmond, Rob (2008). "The Shotokan Canon". Kata: The Folk Dances of Shotokan (4th ed.). 
  10. ^ a b Masatoshi Nakayama (1978). Best Karate, Vol. 3: Kumite 1, Kodansha International. ISBN 0-87011-332-1.
  11. ^ a b c Masahiko Tanaka, (2001). Karate-dō: Perfecting Kumite, Sake Publishers. ASIN B000Q81406.
  12. ^ Randall G. Hassell and Teruyuki Okazaki, (1983). Conversations with the Master: Masatoshi Nakayama, Palmerston & Reed Publishing Company. ISBN 0-9119-2100-1
  13. ^ a b Masatoshi Nakayama (1978). Best Karate, Vol 4: Kumite 2, Kodansha International. ISBN 0-8701-1359-3.
  14. ^ Masatoshi Nakayama. (1966). Dynamic Karate, Kodansha International. ASIN B000TBPU3C.
  15. ^ Ohshima, Tsutomu (1998). "Notes on Training". Idyll Arbor, Enumclaw, WA. ISBN 0-9376633-2-8.
  16. ^ Adams, Andy (1971). "The Father of Modern Karate". Black Belt (10): 41–47. 

[edit] Sources

[edit] Further reading

  • Bruce Clayton. Shotokan's Secret: The Hidden Truth Behind Karate's Fighting Origins.
  • Harry Cook. Shotokan Karate: A Precise History.
  • Gichin Funakoshi. Karate-do Kyohan: The Master Text.
  • Gichin Funakoshi. Karate-do Nyumon: The Master Introductory Text.
  • John Sells. Unante: The Secrets of Karate (Panchita S. Hawley, 2nd ed. 2000) ISBN 0-910704-96-1 .
  • Marius Podeanu. Best Embusen: Shotokan.
  • Masatoshi Nakayama. Dynamic Karate.
  • Randall G. Hassell. Shotokan Karate: Its History and Evolution (Damashi, 1984). ISBN 0-911921-05-2.
  • Randall G. Hassell and Edmond Otis. "The Complete Idiot's Guide to Karate". (Penguin Group (USA), 2000).
  • Rob Redmond. Kata: The Folk Dances of Shotokan.
  • Teruyuki Okazaki. Perfection of Character: Guiding Principles for the Martial arts & Everyday Life.